Informasi kesehatan hewan kesayangan seperti anjing dan kucing, serta berbagai hewan ternak meliputi sapi, kambing, domba, ayam dan lainnya. Berbagai teknologi pemberian pakan untuk kesehatan hewan ternak juga dibahas dalam website ini.

"Manusya Mriga Satwa Sewaka"

Gigih Fikrillah S, S.K.H. | Hubungi Kami

Yuk, Kenali Zat Racun pada Tanaman yang Berbahaya bagi Ternak

Ada berbagai tanaman yang berbahaya bagi ternak. Tanaman-tanaman tersebar luas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Tanaman beracun merupakan tanaman yang memiliki zat racun di dalamnya. Zat racun pada tanaman ternak memiliki fungsi tertentu, baik dalam metabolismenya maupun untuk bertahan dari predator.

Ada berbagai tanaman yang berbahaya bagi ternak. Tanaman-tanaman tersebar luas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Tanaman beracun merupakan tanaman yang memiliki zat racun di dalamnya. Zat racun pada tanaman ternak memiliki fungsi tertentu, baik dalam metabolismenya maupun untuk bertahan dari predator.

DOWNLOAD PDF – Zat Racun pada Tanaman yang Berbahaya bagi Ternak

Zat racun dalam tanaman tersebut tentu berbahaya, baik bagi hewan maupun bagi manusia. Karena zat racun memiliki efek yang terkadang sangat mematikan.

Seperti contohnya tanaman Cruciferae yang dapat mengakibatkan inhibisi produksi hormon thyroid. Untuk menyikapi hal tersebut, pengetahuan mengenai tanaman beracun harus terus ditingkatkan.

Dalam artikel ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai berbagai tanaman beserta zat racun yang dimilikinya, juga tindakan preventive dan pengobatannya.

Baca juga : ” Rumput Kolonjono Sebagai Hijauan Pakan Ternak (HPT) “

A. Tanaman yang Berbahaya bagi Ternak

Untuk memudahkan pembelajaran, tanaman beracun dapat dikelompokkan berdasarkan zat racun yang dihasilkannya dan efek yang disebabkannya. Hal tersebut meliputi Oksalat, Cyanida, Nitrat-Nitrit, dan Teratogenic Plant.

1. Oksalat

Oksalat dapat ditemukan pada berbagai medium, seperti di alam dalam bentuk garam oksalat, juga dalam bahan pembersih dan pemutih dalam bentuk Potassium oksalat. Tanaman yang dapat menghasilkan oksalat adaalh famili Chenopodiaceae, Genus Rumex, Araceae, Sarcobatus.

Oksalat juga dapat terbentuk melalui produksi Aspergillus dan Phenicellium. Oksalat yang dihasilkan oleh Phenicellium dapat mengakibatkan nephropaty, yaitu keadaan di mana nephron yang merupakan unit struktural ginjal berubah menjadi jaringan ikat.

Tentu saja hal tersebut akan menyebabkan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme ginjal, yaitu pada proses filtrasi. Karena proses filtrasi sangat tergantung pada baik tidaknya kondisi nephron dalam ginjal.

Apabila oksalat masuk ke dalam darah, maka akan berikatan dengan kalsium. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya kalsium di dalam darah atau Hipokalsemia (Tetani). Selain itu, oksalat dapat mengkristal di dalam pembuluh darah mengakibatkan nekrosis dan haemorrhagi.

Kristal merupakan bentukan compact yang meruncing, sehingga apabila timbunan kristal masuk ke dalam ginjal akan menyebabkan anuria, uremia, dan gangguan elektrolit tubuh lainnya. Keracunan oksalat dapat terlihat melalui berbagai gejala yang ditimbulkannya.

Seperti kolik, deperesi, kelemahan, juga konvulsi akibat hipokalsemia. Pada pemeriksaan darah, dapat dilihat kadar kalsium dan fosfat yang rendah, namun terjadi peningkatan kadar urea, natrium, kalum, dan tekanan karbondioksida dalam darah.

Domba dapat mengalami keracunan oksalat dengan dosis racun 0,55% dari berat badan. Sedangkan pada kuda dapat terjadi keracunan tak fatal dengan konsumsi oksalat 200 gram/hari selama delapan hari.

Pada ruminansia secara umum, apabila oksalat dikonsumsi maka akan ada tiga kemungkinan. Pertama akan dirusak di dalam rumen, kedua berikatan dengan endapan kalsium dan keluar melalui feses, ketiga akan berikatan dengan serum kalsium pada jaringan.

Pengobatan hanya dapat dilakukan secara supportif, yaitu dengan memberikan cairan infus berisi Calcium gluconat, atau diberikan Saline Glucosa dan Urinay Acidifier.    

2. Cyanida

Cyanida terdapat di dalam tanaman dalam bentuk asam sianida bebas HCN atau glycoside. Senyawa ini juga dapat ditemukan di dalam rodentisida, fumigan, dan juga pembasmi cacing.

Pada dasarnya, tanaman yang mengandung cyanogenic glycoside dapat menghasilkan cyanida dikarenakan adanya aktivitas enzim glycodidase. Seperti pada tanaman Cruciferae yang mengandung glycoside thyosianat.

Senyawa tersebut dapat menyebabkan terjadinya inhibisi produksi hormon thyroid sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hypotiroidism. Efek toksin cyanida berdampak sangat cepat, hanya membutuhkan waktu selama beberapa menit hingga menyebabkan kematian.

Cyanida akan berikatan dengan Fe di dalam darah pada enzim cytochrom oxidase membentuk suatu kompleks yang stabil. Akibatnya, enzim tersebut tidak dapat melepaskan oksigen dari oxyhemoglobin.

Hal tersebut akan mengakibatkan kematian sel di dalam jaringan akibat kekurangan asupan oksigen, atau yang disebut dengan cytotoxic anoxia atau keracunan jaringan akibat tidak ada supply oksigen.

Enzim cytochrom oxidase paling banyak ditemukan pada otot jantung dan susuan sistem saraf pusat (CNS). Oleh karena itu, tentu efek cyanida dapat dengan mudah menghambat kinerja saraf dan aktifitas otot jantung.

Hewan ternak yang keracunan cyanida biasanya akan mati secara mendadak. Apabila teramati, maka akan timbul berbagai gejala seperti tremor, kesulitan bernapas, lacrimasi, urinasi secara berlebih. Jika hewan diambil darahnya, maka akan tampak darah berwarna merah terang.

Karena terdapat oksigen yang terikat di dalamnya. Kerusakan sistem saraf pusat (CNS) juga menyebabkan hewan mengalami inkoordinasi gerak. Untuk pengobatan keracunan cyanida, maka sebaiknya dilakukan therapy dengan Sodium nitrit dan Thiosulfat.

Baca juga : ” Mengenal Zat Antinutrisi pada Pakan Hewan “

3. Nitrat-Nitrit

Keracunan nitrat biasanya terjadi melalui kontaminasi air, silage juice, juga dari tanah yang mengandung bakteri pengikat nitrogen. Untuk mengetahui cemaran nitrat pada air, dapat dilihat dari ada tidaknya algae. Apabila terdapat algae di dalamnya, maka kandungan nitrat pada air tersebut akan menurun.

Kematian akibat nitrat dapat terjadi jika hewan ternak mengkonsumsi 3000 ppm selama tiga hari secara berkelanjutan. Sedangkan pada hewan ruminansia, nitrat dapat digunakan sebagai non protein nitrogen (NPN) yang berguna untuk tubuh.

Sebenarnya nitrat tidak dapat menjadi racun secara murni, namun apabila telah tereduksi menjadi nitrit akan mengakibatkan terbentuknya methemoglobin dan menyebabkan hipoksia. Tentu saja akan timbul gejala spesifik, seperti dypsnoe dan lemahnya pulsus jantung.

Keracunan nitrat-nitrit dapat diatasi dengan memberikan therapy berupa mineral oil untuk mengatasi iritasi, ditambah dengan pemberian obat secara kausatif berupa antibiotik untuk membunuh bakteri pereduksi nitrat.    

4. Teratogenic Plant

Teratogenic plant merupakan jenis tumbuhan yang dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas janin yang dikandung selama masa kebuntingan berlangsung. Seperti tanaman Leucaena, Astragalus, Oxytropis, Veratrum, dan Tobacco.

Leucaena merupakan tanaman golongan leguminosa atau kacang-kacangan. Tanaman ini mengandung senyawa antinutrisi berupa mimosine. Senyawa tersebut dapat mengakibatkan resorpsi foetus serta polypodia pada kaki depan babi dan tikus.   Astragalus dan Oxytropis merupakan teratogenic plant yang dapat menyebabkan peristiwa locoism. Yaitu kelainan pada persendian kaki. Gejalanya dapat dilihat dari bentuk kaki yang tidak normal, bisa terlalu fleksor atau terlalu ekstensor.

Veratrum merupakan tanaman teratogenik yang dapat mengakibatkan cyclopian pada foetus domba. Di mana domba memiliki satu mata dengan rahang atas yang memendek dan rahang bawah yang menonjol.

Tanaman Tobacco berpengaruh pada babi dan tikus. Pemberian tembakau secara berlebihan pada babi bunting akan menyebabkan tulang foetus berputar, terutama pada kaki. Sedangkan pada tikus, pemberian nicotin dapat menyebabkan resorpsi foetus.    

Baca juga :  ” Cara Menghitung Berat Badan Sapi “

B. Kesimpulan

Sebenarnya masih ada dua jenis tanaman yang mengandung zat racun berdasar pada gejala dan kelainan yang ditimbulkannya, yaitu perirenal oedema akibat keracunan tanaman amaranthus retroflexus dan photosensitisasi. Namun, tidak menjadi pokok bahasan pada artikel kali ini.

Tanaman beracun tidak hanya berbahaya bagi hewan ternak atau hewan peliharaan lainnya. Tetapi juga menjadi hal yang berbahaya jika disalahgunakan oleh manusia. Sebagai dokter hewan atau medis yang baik, tentu kita harus selalu bijak dalam memberikan pengobatan.

Penggunaan ilmu medis secara keliru dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal. Karena obat merupakan racun yang digunakan dalam dosis yang tepat, sehingga menimbulkan efek therapy yang tepat dan diinginkan. Sebagai peternak yang baik, pakan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan ternak harus dipastikan aman untuk dikonsumsi.

Oleh karena itu, pengetahuan mengenai tanaman beracun sangat penting untuk diperdalam. Terima kasih telah membaca artikel mengenai tanaman beracun. Semoga artikel ini membantu kamu untuk terus menambah ilmu pengetahuan.

Daftar Pustaka :

  • Meles, Dewa Ketut., dkk. 2020. Buku Ajar Farmakoterapi dan Toksikologi. Surabaya : Duta Persada Press. ISBN : 978-602-7982-89-5.  
Drh. Gigih Fikrillah S
Drh. Gigih Fikrillah S

Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan Universitas Airlangga. Berusaha memberikan pelayanan Kesehatan Hewan dengan Fokus pada Pencegahan dan Perawatan secara Holistik.

Articles: 245

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *