Scabies pada kucing merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau dari Famili Sarcoptidae. Seperti Sarcoptes scabiei dan Notoedress cati. Selain kucing, penyakit scabies juga dapat menyerang hewan ternak. Gejala paling umum penyakit scabies pada hewan adalah adanya lesi di permukaan kulit.
Kemudian meluas dan menyebabkan kerontokan bulu. Penyakit scabies merupakan penyakit yang bersifat zoonosis. Itu artinya, penyakit ini dapat menular dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya.
DOWNLOAD PDF – Penyakit Scabies pada Kucing
Di Indonesia, penyakit scabies pada kambing pernah mewabah pada tahun 1983 di Bali dan pada tahun 1995 di Lombok. Selain merugikan peternak, penyakit scabies juga memiliki potensi kemunculan yang besar apabila tidak dilakukan pencegahan dengan serius. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui penyebab, gejala, dan cara pengendalian penyakit scabies.
A. Penyebab Scabies
Penyakit scabies atau kudis pada kucing disebabkan oleh tungau dari famili Sarcoptidae. Penyakit ini pernah menjadi objek penelitian Aristotle dan Cicero. Mereka menyebut tungau tersebut dengan sebutan “lice in the flesh”. Terdapat berbagai spesies yang dapat menyebabkan penyakit scabies pada mamalia. Namun, dari berbagai spesies yang ada Sarcoptes scabiei merupakan yang paling patogen dan memiliki banyak hospes (inang), termasuk kucing.
Sarcoptes scabiei berwarna putih krem dengan sisik pada permukaan tubuhnya. Memiliki bentuk oval cembung ke dorsal (atas) dan pipih pada bagian ventral (bawah). Pada stadium larva, S. scabiei memiliki tiga pasang kaki, sedangkan pada stadium dewasa dan nimfa memiliki empat pasang kaki yang pipih dan pendek. Berikut adalah ilustrasi Sarcoptes scabiei penyebab penyakit scabies pada kucing :
B. Penularan Penyakit Scabies
Penyakit scabies pada kucing dapat menular melalui kontak langsung antara kucing sehat dengan kucing yang terserang. Tungau akan berpindah kemudian melakukan infestasi pada kucing yang sehat. Tungau menyerang dengan cara melakukan infestasi pada permukaan kulit host (inang), kemudian membuat terowongan di bawah lapisan kulit, yaitu stratum corneum dan stratum lucidum.
Selain melalui kontak langsung, penularan penyakit scabies dapat terjadi melalui alat hewan peliharaan seperti sisir di tempat grooming, meskipun Sarcoptes scabiei hanya mampu bertahan di luar tubuh inang dengan waktu yang relatif singkat. Yaitu sekitar 2-3 minggu pada lingkungan yang kering, terkadang hingga 8 minggu. Hal tersebut karena Sarcoptes scabiei merupakan parasit obligat.
Tungau penyebab scabies menyukai tempat yang lembab. Bulu yang kotor dan panjang membuat kelembaban kulit mudah meningkat. Hal tersebut menjadikan kulit menjadi lembut dan memudahkan tungau untuk melakukan infestasi dan menimbulkan infeksi.
Adanya penyakit scabies pada pet animal (hewan peliharaan) tentu saja membuat suasana rumah menjadi terganggu.
Selain karena penyakit scabies menular, kucing yang terkena scabies akan mengalami kerontokan bulu. Sehingga penampilannya terlihat tidak baik. Oleh karena itu, sebaiknya hewan peliharaan yang terserang penyakit Scabies segera dibawa ke dokter hewan terdekat, supaya mendapatkan penanganan medis yang tepat.
Baca juga : ” 8 Penyebab Kucing Mencret atau Diare “
C. Gejala Penyakit Scabies
Gejala yang tampak dari kucing yang terserang penyakit scabies umumnya sama. Yaitu adaya lesi pada permukaan tubuh. Hanya saja, letaknya yang berbeda. Pada kucing, lesi biasanya ditemukan di sekitar telinga. Sedangkan pada hewan yang menderita scabies kronis, lesi dapat ditemukan di area abdominal (perut).
Sarcoptes scabiei memiliki masa inkubasi yang bervariasi, yaitu antara 10-42 hari. Setelah 1-2 hari menduduki permukaan kulit, tungau mulai menembus lapisan startum corneum, sehingga terdapat banyak lubang kecil. Kemudian setelah 4-7 minggu, tungau sampai di bawah lapisan keratin kemudian permukaan kulit tertutup kembali dengan keropeng yang tebal dan terjadi kerontokan bulu.
Setelah itu, 7-8 minggu setelah infestasi, lubang kecil kembali terlihat karena keropeng terkelupas. Saat itulah beberapa tungau meninggalkan bekas luka (lubang) kecil yang terbuka.
Gejala lain yang timbul akibat penyakit scabies adalah gatal pada hewan yang terserang. Hal tersebut ditandai dengan rasa gelisah dan hewan terus menggosokkan tubuhnya ke benda sekitar.
Rasa gatal yang ditimbulkan dan kerontokan bulu yang terjadi membuat nafsu makan hewan penderita menjadi turun. Hal tersebut menyebabkan hewan kurus karena kekurangan gizi. Apabila hal ini terus berlanjut, makan hewan akan mengalami kematian.
D. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Scabies
Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan melakukan pengobatan pada hewan yang terserang scabies. Pengobatan dapat dilakukan secara parenteral, dipping (perendaman), brushing (penyikatan), spraying (penyemprotan), dan oral.
Pengobatan harus dilakukan secara berkala dengan interval 1-2 minggu. Hal tersebut ditujukan agar siklus hidup tungau terputus. Karena, tidak jarang pemusnahan yang tidak usai dapat memicu pertumbuhan tungau kembali.
Pengobatan umum yang dilakukan untuk mengobati adalah pengobatan secara parenteral, karena sifatnya yang sistemik. Obat yang digunakan adalah invermectin dengan dosis 200 mg/kg bb yang diberikan secara subcutan. Selain itu, invermectin juga dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet dengan dosis 100-200 mg/kg bb setiap hari selama 1 minggu. Perlu diingat, penggunaan obat obatan tersebut harus dengan aturan atau resep dari dokter hewan.
Pencegahan penyakit scabies pada kucing dapat dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan kandang dan peralatan yang bersangkuatan dengan hewan secara langsung. Pada hewan peliharaan, pencegahan dapat dilakukan dengan memandikan pet animal secara rutin.
Baca juga : ” Cara Memandikan Kucing dengan Benar “
E. Diagnosa Penyakit Scabies
Diagnosa penyakit scabies dapat dilakukan dengan cara melihat gejala klinis yang terjadi. Selain itu, diagnosa dapat dilakukan dengan pengambilan sampel berupa kerokan. Kerokan diambil di daerah lesi, kulit dikerok hingga sedikit mengeluarkan darah.
Kemudian hasil kerokan diletakkan di object glass dan ditetesi dengan KOH 10%, ditutup dengan cover glass dan setelah 15 menit hasil pemeriksaan dapat dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan tes tinta pada terowongan di bahwa kulit. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya garis zig-zag.
Kedua pemeriksaan tersebut memiliki kelemahan, yaitu pada kasus scabies yang masih awal tungau sulit diisolasi dari kerokan kulit. Gejala klinis yang tampak juga sama dengan berbagai penyakit kulit lainnya. Oleh karena itu, telah dikembangkan pengujian secara serologis, ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) untuk diagnosa penyakit scabies.
F. Kesimpulan
Penyakit scabies pada kucing merupakan penyakit yang disebabkan oleh tungau dari famili Sarcoptidae. Dengan predileksi di permukaan kulit. Penyakit scabies merupakan penyakit zoonosis. Sehingga, apabila hewan peliharaan terserang penyakit scabies sebaiknya segera dilakukan pengobatan secara intesif. Karena, pengobatan yang dilakukan dengan tidak tuntas dapat menyebabkan infeksi sekunder pada luka. Yaitu infeksi jamur dan bakteri yang menyebabkan abses (nanah) dan bau busuk.
Penanganan scabies di Indonesia sudah dapat dilakukan di klinik dokter hewan terdekat. Kesadaran pemilik hewan peliharaan, khususnya anjing dan kucing harus ditingkatkan. Yaitu dengan selalu menjaga kebersihan kandang, kebersihan peralatan pet animal, dan memberikan makanan dengan nutrisi yang baik.
Terima kasih telah membaca artikel mengenai penyakit scabies pada kucing. Semoga artikel ini dapat membantu.
Daftar Pustaka :
- Prasetyo Dodik., dkk. Peneguhan Diagnosa Scabiosis Metode Sitologi Kulit pada Kucing Domestik di Kota Malang. Veterinary Letters. ARSHI (Asosiasi Rumah Sakit Hewan Indonesia). ISSN 2581-2416.
- Tjahjati I. 2002. Efektivitas Doramectin untuk Pengobatan Scabies pada Kucing. J. Sains Vet. Vol. XX No. 1.